Jumat, 27 Januari 2012

Implementasi Pembelajaran Ahklak


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan di lembaga sekolah tingkat pertama sangat didominasi oleh pelajaran umum seperti IPA dan IPS, sedangkan Pelajaran Agama Islam (akhlak) di lembaga tersebut sangat minim, mulai dari alokasi waktu yang
diberikan hanya 2 jam di setiap kelas, guru agama Islam hanya berjumlah beberapa orang, serta buku panduan yang diajarkan di sekolah tersebut juga belum memadai baik dari segi isi buku maupun pengarang buku tersebut. Melihat dari fenomena tersebut, tentunya akan sangat sulit mencapai tujuan pendidikan keagamaan dengan baik yang ada dalam kurikulum mata pelajaran, dengan waktu yang begitu singkat padahal si anak tidak hanya dituntut mendapatkan materi tentang apa itu akhlak dan berbagai macamnya,
tapi justru hal yang paling utama adalah bagaimana cara pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Jika kita meminjam pendapat kaum Hedonis, sebagaimana yang di kutip Ahmad Amin, dalam Bukunya yang berjudul ”Etika (Ilmu Akhlak)”, maka alokasi waktu tersebut jauh dari cukup, karena pelajaran akhlak menuntut adanya praktik dalam masyarakat, mereka berpendapat, ”Pelajaran akhlak mempunyai pengaruh yang besar dalam praktik hidup, karena teori ini membatasi tujuan hidup. Yaitu kebahagiaan
perseorangan yang menurut pendapat paham Hedonism atau kebahagiaan masyarakat menurut pendapat paham Universalistic
Dalam kehidupan nyata sendiri, setiap manusia akan lebih banyak mendapatkan pendidikan akhlak melalui dunia nonformal, atau lebih pada pemberian contoh dari kaum yang lebih tua, yang terkadang kaum tua sendiri lebih banyak memberikan contoh yang tidak baik. Karenanya sektor pendidikan formal (melalui sekolah) atau nonformal (Pendidikan Pesantren) menjadi solusi yang amat diperlukan oleh masyarakat
guna pendidikan akhlak anak. Dengan harapan ketika si anak terjun kemasyarakat ia mampu memposisikan dirinya sebagai manusia yang bisa diterima diberbagai golongan atau usia, dan bahkan harapan yang lebih jauh ia menjadi manusia yang terhormat. Permasalahannya sekarang adalah, apakah dengan tenggang waktu pendidikan yang relatif sedikit atau sebentar tersebut si anak mampu menjawab semua permasalahan yang ada di masyarakatnya yang seiring waktu permasalahan tersebut akan berkembang atau apakah ia mampu menjadi remaja yang diharapkan? Karena pada realita-nya masyarakat hanya bisa menuntut hal yang baik.
Dengan mempelajari kasus yang penyimpangan norma pada saat dahulu2, serta di barengi dengan melihat realita perkembangan zaman saat ini, tentunya penanaman nilai-nilai keagamaan sangatlah dibutuhkan dalam proses pendidikan. Apalagi jika merujuk kepada penjelasan diatas, jelas sekali, akan tercipta peluang besar terjadi penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh para siswa. Sebagai contoh kecil, mereka tidak bersikap baik terhadap teman, guru, orang tua, dan lingkungan, apalagi terhadap Tuhan mereka yang abstrak.
Di mulai dari kelas satu siswa naik ke kelas dua lalu naik ke kelas tiga yang mana di masa ini siswa kelas tiga berada di masa pubertas atau masa peralihan dari remaja menuju dewasa (umur 13-17 tahun). Hal ini yang sangat 2Zahrudin AR dan Hasanudin Sinaga, dalam bukunya Pengantar Studi Akhlak, mamberikan pembahasan khusus mengenai ”Sejarah Perkembangan Ilmu Akhlak”. Fase itu dimulai sejak zaman Yunani, Fase Arab pra-Islam, Fase Islam, Abad pertengahan hingga Fase Modern, secara tidak langsung hal ini mengindikasikan pendidikan akhlak adalah hal yang paling urgen yang menjadi perhatian tersendiri karena dengan berkembangnya zaman maka itu berarti berkembang pula permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sosial tentunya. Zahrudin AR dan Hasanudin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h.19-35 3 dikhawatirkan seharusnya oleh semua kalangan khususnya oleh umat Islamyang berkecimpung di dunia pendidikan. Karena di masa ini siswa akan mencoba sesuatu yang mereka belum ketahui akan baik dan buruknya sikap yang mereka lakukan, maka oleh karena itu pendidikan agama harus diutamakan oleh pihak pendidik lebih khusus lagi dalam bidang moralitas atau akhlak. Berkaitan dengan masalah akhlak, Islam menawarkan berberapa landasan teori yang tertuang dalam al-Quran dan Hadis, yang kesemua itu sudah membuktikan oleh para tokoh Islam, diantaranya Ibnu Miskawaih dan
al-Ghazali, kemudian mereka pun menjadi pemerhati kehidupan manusia dan menjadikan perkembangan akan moralitas atau akhlak manusia umumnya dan khususnya anak remaja sebagai salah satu kajian utamanya. Adapun landasanlandasan tersebut ialah sebagai berikut:

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas dan mempermudah pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah sebagai berikut: Impelementasi secara sederhana adalah pelaksanaan atau penerapan. Implementasi menurut Mclaughlin (dalam mann, 1978). Implementasi merupakan aktivitas yang saling menyesuaikan.
Implementasi yang penulis maksud adalah bukan sekedar aktivitas tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
Implementasi berasal dari bahasa Inggris yang berarti pelaksanaan, sedangkan dalam kamus ilmiah populer yang berarti penerapan, pelaksanaan, karena luasnya masalah pendidikan agama Islam yang meliputi: Ibadah, Akidah dan Akhlak, Al-Qur'an dan Fiqh, maka dalam pembahasan proposal ini peneliti hanya membatasi pada pembelajaran akhlak siswa Kelas IX dalam Pembinaan Akhlak Siswa di
SMP 12 PGRI Pondok Labu.

2. Perumusan Masalah
Setelah membatasi masalah dalam penelitian ini, penulis memutuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana implementasi pembelajaran akhlak di SMP PGRI 12 Pondok Labu?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bentuk pembelajaran akhlak di SMP PGRI 12 Pondok Labu.
2. Untuk mengetahui pola pembinaan akhlak di SMP PGRI 12 Pondok Labu.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif bagi orang-orang yang kosen dan bergerak dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan agama Islam yang mengenai akhlak.


D. Kegunaan Penelitian
1. Untuk mengembangkan disiplin keilmuan yang penulis miliki dan menambah wawasan penulis khususnya, serta pihak lain yang berminat dalam masalah ini.
2. Untuk memberikan masukan bagi sekolah yang diteliti sebagai bahan evaluasi.

E. Metodologi Penelitian
Untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa tekhnik yaitu:
1. Angket
Sebagian besar penelitian umumnya menggunakan angket sebgai metode yang dipilih untk mengumpulkan data. Angket memang mempunyai banyak kebaikan sebagai instrumen pengumpulan data.15
Angket adalah alat untuk menumpulkan data yang berupa daftar pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis. Jenis angket yang digunakan oleh peneliti adalah angket tertutup,
yaitu angket yang menghendaki jawaban pendek, atau jawabannya diberikan dengan membubuhkan tanda tertentu. Daftar pertanyaan disusun dengan disertai alternative jawabannya, respoden diminta untuk memilih
salah satu jawaban atau lebih dari alternative yang sudah disediakan. Untuk mendapatkan data yang komprehensif, angket ini dibagikan kepada guru-guru yang menjadi responden. Angket tersebut berisi
pertanyan seputar pembelajaran akhlak dan pembinaan akhlak siswa. Yang ada di SMP PGRI 12 Pondok Labu.
2. Observasi
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrument. Format yang di susun berisi item-item tentang kejadian atau
tingkah laku yang menggambarkan akan terjadi. Obervasi merupakan pengumpulan data yang menggunakan
pengamatan terhadap obyek penelitian. Dalam hal ini peneliti mengadakan observasi langsung yaitu mengadakan pengamatan secara langsung ke SMP PGRI 12 Pondok Labu untuk mengamati keadaan sekolah, guru-guru, siswa, fasilitas yang dimiliki dan struktur organisasi yang dimiliki oleh SMP PGRI 12
3. Wawancara
Di samping memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data, dengan metode interviue peneliti harus memikirkan tentang pelaksanaanya. Memberikan angket kepada responden dan menghendaki jawaban tertulis, lebih mudah jika dibandingkan dengan mengorek jawaban responden dengan tatap muka. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang mewawancarai (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu

download skripsi selengkapnya disini


0 komentar

Posting Komentar